"Welcome in My Blog"

Hmmm...
Jangan lewat doank yeee,, baca-baca kek dikit..!!!
hhe
Siapa tau aja ada yang lau cari dan bermanfaat...
Oia jangan Lupa Vote yang ada d'sebelah kanan...
hehee
;p

_DoNie_

_DoNie_
Ahmad Romdoni

Minggu, 13 Maret 2011

Hargai dulu orang lain jika kau ingin dihargai


"Sebenernya ini tugas Bahasa Indonesia yang disuruh buat profile diri. Itu juga bikinnya kilat, abis kepepet sama masalah waktu. Tapi gue iseng aja pengen masukin blog, kali aja bisa kaya raditya dika (ngarep). Hahahaha Selamat membaca. :D"

Nama saya Ahmad Romdoni. Agama saya alhamdulillah islam, dan tidak ada niatan sama sekali untuk pindah ke agama lain. Saya tinggal di daerah terpencil di jakarta daerah yang bernama tebet, lebih lengkapnya di jalan tebet barat VII B no.25 Rt.003 Rw.004 jakarta selatan 12810. Anak ke enam dari kedua orang tua yang sangat saya banggakan  itulah diri saya. Di dalam keluarga saya hanya saya sendiri yang masih dalam tahap menuntut ilmu, kakak-kakak saya semua telah berkeluarga dan Alhamdulillah sudah memiliki anak mereka masing-masing. Suatu kebahagiaan tersendiri bagi kedua orang tua saya karena dianugerahi anak-anak yang berjenis kelamin laki-laki, tak ada satupun dari anak mereka yang berjenis kelamin perempuan. Kedua orang tua saya berasal dari keluarga sederhana, yang sedikit demi sedikit menata kehidupan anak-anaknya supaya menjadi anak yang dapat membanggakan nama keluarga
            Ada satu hal yang sangat saya syukuri dari keluarga ini, saya terlahir dalam keluarga yang memiliki nilai-nilai agama yang sangat kental. Sejak kecil saya di didik dengan ilmu agama supaya tidak menyesal di hari tua ( kata orang tua saya ). Selain factor keluarga yang mendorong saya terus untuk belajar ilmu agama, factor lingkungan juga sedikit membantu. Lingkungan saya di kelilingi oleh guru-guru agama dan teman-teman yang di dalam hatinya masih ada ruh untuk mengajak lingkungan sekitarnya untuk terus mencari ilmu, karena ilmu itu tak akan ada habisnya ( kata guru saya).
            Untuk masalah pendidikan, saya kini telah menjai mahasiswa di suatu universitas swasta terkemuka di daerah depok jawa barat yaitu Gunadarma University. Tanpa terasa hampir 2 tahun saya menuntut ilmu di universitas itu. Setelah susah payah berjuang pada saat ujian nasional yang membuat jantung saya berdegup kencang dan hampir lepas ( berlebihan hehe ). SMA saya bersekolah di SMA negeri 37 jakarta, SMP saya di SLTPN 15 jakarta, dan SD saya cukup unik karena saya bersekolah di suatu madrasah yang bernama MI MTM. Saya tidak mengalami masa-masa taman kanak-kanak, saya tidak mengerti kenapa alasan orang tua saya tidak menyekolahkan saya di taman kanak-kanak.
            Pada jaman SMA “Ujian Nasional” adalah kata-kata yang sangat membuat saya takut sejak awal saya duduk di bangku SMA. Setiap guru yang mengajar di kelas saya pasti selalu mengingatkan untuk serius belajar agar soal-soal ujian nasional dapat terselesaikan dengan mudah. Apalagi pas saya berada pada tingkat 3, hampir sumua guru tanpa terkecuali kepala sekolah selalu menekankan agar murid-murid untuk tetap focus pada ujian nasional.
            Ada cerita yang sangat menegangkan bagi saya. Di sekolah saya memiliki pendalaman materi yang dikhususkan untuk para murid kelas 3 setelah pulang sekolah, saya yakin setiap sekolah juga pasti ada seperti itu. Suatu hari ketika jam sekolah memasiki jam terakhir saya merasakan pusing di kepala saya, padahal masih ada pendalaman materi setelah jam pulang sekolah. Saat itu saya memutuskan untuk izin keluar kelas, kemudian saya istirahat di dalam mushola sekolah saya dan tidak mengikuti pendalaman materi tersebut. Kejadian pertama kalinya saya tidak mengikuti pendalaman materi ( bolos ). Sialnya bagi saya, saat itu kepala sekolah berkeliling untuk mengontrol para murid kelas 3 yang tidak masuk saat pendalaman materi. Keesokan harinya, wakil kepala sekolah berkeliling dan memanggil murid-murid yang tidak masuk saat pendalaman materi kemarin untuk berkumpul di ruang audithorium. Saya merasa ada yang aneh, setelah saya melihat kanan kiri saya hanya saya sendiri murid kelas IPA yang ada disitu dan sisanya murid IPS. Saya cukup malu karena telah sedikit mencoreng nama kelas IPA karena itu. Di situ kepala sekolah sangat marah sekali kepada murid-murid karena sempat ketahuan ada seorang murid yang memanjat pagar samping sekolah. Kepala sekolah mengeluarkan kata-kata Drop Out untuk murid yang tidak masuk pendalaman materi kemarin. Saat itu jantung saya cukup kencang berdetaknya. Semua murid tertunduk dengan wajah pucat mereka. Di dalam hati saya berbicara “masa karena cuma tidak ikut pendalaman materi saja sampai dikeluarin!”. Saya belum berani untuk mengungkapkannya.
            Setelah sekian lama kepala sekolah berbicara dan menasihati murid, kemudian dia mengambil keputusan untuk memberikan surat pernyataan untuk tidak mengulangi hal tersebut yang harus di tanda tangani orang tua. Pada saat itu hati saya sedikit lega karena tidak jadi dikeluarkan dari sekolah, karena tanggung sekali jika saya dikeluarkan dari sekolah saat itu padahal setelah ujian nasional saya pasti keluar dari situ. Satu kata yang saya ucapkan saat itu “Alhamdulillah”. Semua itu pelajaran bagi saya untuk tidak akan mengulangi kembali tidak mengikuti pendalaman materi tersebut.
            Cita-cita saya sejak kecil adalah ingin menjadi seorang pilot, namun melihat fisik saya yang tidak memungkinkan sekarang saya menghapus keinginan tersebut. Kini cita-cita saya di kemudian hari adalah ingin menjadi orang sukses, orang yang berguna bagi lingkungan, dan menjadi bapak yang baik untuk anak istri saya nanti kelak. Amin.
            Pandangan hidup saya cukup sederhana, “ hargai dulu orang lain jika ingin di hargai !”.

Minggu, 06 Maret 2011

Macam-Macam Perjanjian

Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut:

a. Perjanjian dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.

- Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).

- Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

b. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.

- Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.

- Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.

c. Perjanjian konsensuil, formal dan riil.

- Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.

- Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.

- Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.

d. Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.

- Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.

- Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.

- Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.

Hukum Perjanjian

Hukum Perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan. Hal ini berdasarkan konsep dan batasan definisi pada kata perjanjian dan perikatan. Pada dasarnya hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan sesuatu hal.
Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak melakukan suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut.


Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya, tidak akan ada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakati oleh masing-masing pihak.
Sehingga perikatan merupakan konsekuensi logis adanya perjanjian. Hukum perjanjian akan sah di hadapan hukum jika memenuhi syarat sahnya. Berikut ini syarat sah hukum perjanjian yang penting dicatat, yaitu:
  • terdapat kesepakatan antara dua pihak. Materi kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran tanpa adanya tekanan atau pesanan dari pihak mana pun, sehingga kedua belah pihak dapat menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan;
  • kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian. Artinya, kedua belah pihak dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian tersebut;
  • terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian. Artinya, perjanjian tersebut merupakan objek yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan;
  • hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar. Artinya, perjanjian yang disepakati merupakan niat baik dari kedua belah pihak dan bukan ditujukan kejahatan.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1331 (1) dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum. Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim.
Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memenuhi unsur subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pengawasan dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan di hadapan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak.


Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana apabila salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian ini (wan prestasi)?
Terdapat langkah pasti yang bisa mengatasi persoalan ini, yaitu pihak yang tidak melaksanakan perjanjian akan dimintai tanggung jawabnya sebagai pihak yang telah lalai atau bahkan melanggar perjanjian.
Pihak yang tidak melaksanakan perjanjian diberlakukan hal sebagai berikut.
  1. mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang satunya;
  2. materi perjanjiannya dibatalkan oleh kedua belah pihak atau di hadapan hakim;
  3. mendapatkan peralihan resiko; dan
  4. membayar seluruh biaya perkara apabila pihak yang merasa dirugikan mengajukannya ke muka hakim. 


http://www.anneahira.com/hukum-perjanjian.htm

Standar Kontrak (Hukum Perjanjian)

1. Latar Belakang
Upaya manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan bisnis, diantaranya adalah mewujudkannya dalam bentuk kontrak bisnis. Dalam bisnis, kontrak merupakan bentuk perjanjian yang dibuat secara tertulis yang didasarkan kepada kebutuhan bisnis. Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenskomst (dalam Bahasa Belanda) dalam pengertian yang lebih luas kontrak sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian.

Istilah “kontrak” atau “perjanjian” dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara pengertian “contract” dan “overeenkomst”. Kontrak adalah suatu perjanjian (tertulis) antara dua atau lebih orang (pihak) yang menciptakan hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu.

Dalam hukum kontrak sendiri terdapat asas yang dinamakan kebebasan berkontrak. Menurut Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari bunyi pasal tersebut sangat jelas terkandung asas :
a. Konsensualisme, adalah perjanjian itu telah terjadi jika telah ada konsensus antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak;
b. Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya;
c. Pacta Sun Servanda, artinya kontrak itu merupakan Undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (mengikat).

Asas kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith. Dalam perkembangannya ternyata kebebasan berkontrak dapat mendatangkan ketidakadilan karena prinsip ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin, bila para pihak memiliki bargaining power yang seimbang.

Communis opinio doctorum selama ini dengan bertitik tolak pada pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa “perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang berisi dua” (“een tweezijdige rechtshandeling”) untuk menimbulkan persesuaian kehendak guna melahirkan akibat hukum. Yang dimaksud dengan satu perbuatan hukum yang berisi dua ialah penawaran (aanbod/offer) dan penerimaan (aanvaarding acceptance). Penawaran dan penerimaan itu masing-masing pada hakekatnya adalah perbuatan hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang didasarkan pada kehendak yang dinyatakan untuk menimbulkan akibat hukum yang dikehendaki dan diakui oleh hukum. Berarti masing-masing pihak seyogyanya mempunyai kebebasan kehendak. Itulah sebabnya Buku III KUH Perdata dikatakan menganut sistem terbuka dan didasarkan pada asas kebebasan berkontrak.

Tetapi kebebasan kehendak tersebut dalam kenyataanya seringkali didapati salah satu pihak yang menentukan syarat didalam suatu kontrak, sedangkan pihak lain hanya dapat menerima atau menolak (misalnya dalam kontrak standar: syarat umum dari bank, syarat penyerahan dari produsen, dan sebagainya). Tidak dipungkiri bahwa kegiatan bisnis tersebut menjadi latar belakang tumbuhnya perjanjian baku. Menurut Gras dan Pitlo, latar belakang lahirnya perjanjian baku antara lain merupakan akibat dari perubahan susunan masyarakat. Masyarakat sekarang bukan lagi merupakan kumpulan individu seperti pada abad XIX, tetapi merupakan kumpulan dari sejumlah ikatan kerja sama (organisasi). Perjanjian baku lazimnya dibuat oleh organisasi-organisasi poerusahaan. Hal inilah yang membuat perjanjian baku sering telah distandarisasi isinya oleh pihak-pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerima isinya pernjanjian tersebut, ia menandatangani perjanjian tersebut, tetapi apabila ia menolak, perjanjian itu sianggap tidak ada karena debitur tidak menandatangani perjanjian itu. Disinilah letak kontradiksi antara asas kebebasan berkontrak dengan pemberlakuan pelaksanaan perjanjian baku.

Untuk itulah perlu adanya penelitian dan pemahaman terhadap hukum kontrak yang meninjau dasar hukum pemberlakuan perjanjian baku/standard contract dengan mengenyampingkan asas kebebasan berkontrak.

2. Permasalahan
Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu apa yang menjadi dasar berlakunya perjanjian baku/standar kontrak ditinjau dari sudut pengenyampingan asas kebebsan berkontrak.

3. Metode Penelitian
Dalam penulisan makalah ini metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, dimana dipaparkan mengenai dasar hukum pemberlakuan perjanjian baku dengan mengenyampingkan asas kebebasan berkontrak.

Sabtu, 05 Maret 2011

Wansprestasi dan Akibat-akibatnya


Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1.       Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2.     Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3.       Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.


Azas-Azas Hukum Perikatan


Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
-          Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
-          Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1.      Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2.   Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3.   Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4.   Suatu sebab yang Halal
Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.


Dasar Hukum Perikatan


Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yaitu
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming)


Hapusnya Perikatan

Hapusnya perikatan (ps 1381 KUHPdt) disebabkan:
a. Karena pembayaran
b. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c. Karena pembaharuan hutang
d. Karena perjumpaan utang atau kompensasi
e. Karena pencampuran utang
f. Karena pembebasan utang
g. Karena musnahnya barang yang terutang
h. Karena batal atau pembatalan
i. Karena berlakunya syarat pembatalan
j. Karena lewat waktu atau kadaluarsa


http://www.scribd.com/doc/20976269/Definisi-Hukum-Perikatan

Pengertian Hukum Perikatan

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut“ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession)serta dalam bidang hukum pribadi (pers onallaw).
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.

http://www.scribd.com/doc/20976269/Definisi-Hukum-Perikatan

Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia


  1. Buku I tentang Orang
Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
  1. Buku II tentang Kebendaan
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi : 
1.      benda berwujud (tangible assets)
a.      bergerak, misalnya kendaraan bermotor, perhiasan.
b.      tidak bergerak misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu.
2.      benda tidak berwujud (intangible assets)
misalnya hak tagih atau piutang, termasuk Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
  1. Buku III tentang Perikatan
Mengatur tentang hukum perikatan (perjanjian), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
  1. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Keadaan Hukum Perdata Di Indonesia

Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)

Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4. Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.

Pengertian Hukum Perdata

Menurut cara mempertahankannya, hukum perdata termasuk hukum materiil dan menurut isinya, hukum perdata termasuk hukum privat atau sipil.

Hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan dan hubungan perseorangan dengan perseorangan yang lain. Hukum perdata di Indonesia dikodifikasikan dalam buku KUHPerdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata).

KUHPerdata bukanlah merupakan buatan asli Indonesia. KUHPerdata berasal dari BW (Burgelijke Wetboek), yakni dari Negara Belanda. KOnsep BW sendiri berasal dari Code Civil buatan Prancis. Begitu juga dengan Code Civil yang konsepnya sebenarnya berasal dari Kerajaan Romawi, yaitu Corpus Iuris Civilis.

Mengapa terjadi demikian? Sudah kami sebutkan di halaman sebelumnya bahwa terjadinya hal tersebut dikarenakan adanya azas konkordasi. Azas konkordasi adalah azas yang berisikan bahwa ketentuan perundang-undangan negara penjajah berlaku pula di negara yang dijajahnya.

Sejarah Singkat Hukum Perdata

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
  1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda.
  2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda

Hukum Perdata Di Indonesia


Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.

Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.

Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
  1. Buku I tentang Orang
Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
  1. Buku II tentang Kebendaan
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi : 
1.      benda berwujud (tangible assets)
a.      bergerak, misalnya kendaraan bermotor, perhiasan.
b.      tidak bergerak misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu.
2.      benda tidak berwujud (intangible assets)
misalnya hak tagih atau piutang, termasuk Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
  1. Buku III tentang Perikatan
Mengatur tentang hukum perikatan (perjanjian), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
  1. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.


gatot_sby.staff.gunadarma.ac.id/.../Hukum+Perdata+Indonesia.doc -
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata